Belajar dari Blue Bird : Selalu Terbuka Pada Peluang Baru!

“Semua bisnis dimulai dari kecil. Yang terpenting adalah kecepatan beradaptasi” – Noni Purnomo (CEO Blue Bird Group)

Tahukah kamu kalau Blue Bird dulunya adalah Taxi Gelap? Tahun 1965, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono harus rela melepaskan kepergian suaminya. Tapi permasalahannya, kedua anaknya belum lulus kuliah dan keadaan ekonomi mereka saat itu tidak begitu baik. Mereka membutuhkan uang.

Berada di tengah keadaan terdesak memang terkadang membuat manusia memikirkan ide-ide yang tak terduga. Hari itu, Mutiara mendapatkan ide cara untuk menyelamatkan ekonomi keluarganya. Kira-kira begini isi percakapan Mutiara dan kedua anaknya.

“Kalian semua sudah sama-sama tahu bahwa kita mendapatkan hadiah dua buah mobil dari pemerintah. Beberapa hari ini Ibu terus berpikir hendak kita manfaatkan seperti apa dua mobil ini. Sekarang Ibu sudah punya satu ide. Semoga kalian setuju,” kata Mutiara.
“Ide apa, Bu?” tanya salah satu anaknya.
“Ibu akan menjadikan dua sedan kita sebagai… taksi,” jawab Mutiara.

Kedua mobil itu pun menjadi taksi gelap sejak saat itu. Usaha taksi mereka mulanya dinamai Chandra Taksi. Taksi gelap sudah jadi kebutuhan bagi banyak orang kala itu, ketika jumlah mobil belum sebanyak sekarang.
Tahun 1971, Gubernur Ali Sadikin mengatakan bahwa DKI Jakarta, provinsi yang dipimpinnya, membutuhkan taksi meteran, agar terwujud Jakarta yang metropolitan. Syaratnya adalah : Taksi resmi harus memiliki 100 armada. Keluarga Mutiara yang saat itu baru memiliki 60 armada, akhirnya mengajukan pinjaman ke bank dan singkat cerita izin bisnis pun turun.

Dari tahun ke tahun, taksi Blue Bird berkembang pesat di beberapa kota besar. Pada pertengahan 1970-an armadanya sejumlah 200 taksi dan pada 1978 sudah mencapai 500 taksi. Angka terus menambah hingga tahun 1985, jumlah armada berada di angka 2000 taksi.

Namun, perjalanan Blue Bird tidak selalu mulus. Bersaing dengan perusahaan taksi lainnya mungkin sudah biasa. Tapi bersaing dengan bisnis taksi online? Belum tentu semua perusahaan bisa. Blue Bird harus rela rugi sebesar Rp 66 miliar untuk memulihkan citra karena sahamnya remuk beberapa tahun belakangan. Hal ini sedikit banyak juga dipengaruhi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan supir taksi Blue Bird beberapa tahun yang lalu.

Setelah kerusuhan itu, Komisaris Blue Bird Noni Sri Ayati Purnomo, yang masih terhitung cucu Mutiara dan Djokosoetono, turun tangan dan mengumumkan bahwa pada 23 Maret 2016, “mulai pukul 00.00 WIB sampai dengan 23.59 WIB, pelanggan khusus se-Jabodetabek bisa menikmati layanan gratis Blue Bird reguler”.

Setelah itu? Seperti yang kita tahu, sekarang Blue Bird memutuskan untuk membuka kemungkinan baru. Blue Bird tidak berpuas diri menjadi taksi konvensional, tetapi berinovasi dan mulai menerapkan prinsip kerja taksi online. Belajar dari Blue Bird, seorang pemilik bisnis harus membuka diri terhadap kemungkinan baru. Seperti Mutiara yang memiliki ide untuk mendirikan taksi pada awalnya dan seperi Blue Bird sekarang yang memutuskan untuk membuka diri terhadap teknologi, sudah seharusnya kamu dan juga pemilik bisnis lain di luar sana membuka diri terhadap kemungkinan baru dan teknologi. Jangan biarkan keberhasilanmu menutup kemungkinanmu dalam menemukan inovasi baru. Apabila kamu membutuhkan teknologi yang bisa membantumu mengelola toko, kamu bisa hubungi Dirigo untuk cari tahu lebih lanjut.